Rabu, 14 Januari 2015

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI MENURUT SYARI'ATISLAM YANG MULIA

Unknown     08.19     0

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI MENURUT SYARI'AT
ISLAM YANG MULIA
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam senantiasa
menganjurkan kaum muda untuk menyegerakan menikah
sehingga mereka tidak berkubang dalam kemaksiatan, menuruti
hawa nafsu dan syahwatnya. Karena, banyak sekali

keburukan akibat menunda pernikahan. Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
ﻳَﺎ ﻣَﻌْﺸَﺮَ ﺍﻟﺸَّﺒَﺎﺏِ ﻣَﻦِ ﺍﺳْﺘَﻄَﺎﻉَ ﻣِﻨْﻜُﻢُ ﺍﻟْﺒَﺎﺀَﺓَ ﻓَﻠْﻴَﺘَﺰَﻭَّﺝْ، ﻓَﺈِﻧَّﻪُ
ﺃَﻏَﺾُّ ﻟِﻠْﺒَﺼَﺮِ ﻭَﺃَﺣْﺼَﻦُ ﻟِﻠْﻔَﺮْﺝِ، ﻭَﻣَﻦْ ﻟَﻢْ ﻳَﺴْﺘَﻄِﻊْ ﻓَﻌَﻠَﻴْﻪِ ﺑِﺎﻟﺼَّﻮْﻡِ
ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻟَﻪُ ﻭِﺟَﺎﺀٌ .
“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian
berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah! Karena
menikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih
membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak
mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa) karena shaum itu
dapat membentengi dirinya.” [1]
Anjuran Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk segera
menikah mengandung berbagai manfaat, sebagaimana yang
dijelaskan oleh para ulama, di antaranya:
1. Melaksanakan perintah Allah Ta’ala.
2. Melaksanakan dan menghidupkan Sunnah Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam.
3. Dapat menundukkan pandangan.
4. Menjaga kehormatan laki-laki dan perempuan.
5. Terpelihara kemaluan dari beragam maksiat.
Dengan menikah, seseorang akan terpelihara dari perbuatan
jelek dan hina, seperti zina, kumpul kebo, dan lainnya. Dengan
terpelihara diri dari berbagai macam perbuatan keji, maka hal
ini adalah salah satu sebab dijaminnya ia untuk masuk ke dalam
Surga.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﻣَﻦْ ﻳَﻀْﻤَﻦْ ﻟِﻲ ﻣَﺎ ﺑَﻴْﻦَ ﻟِﺤْﻴَﻴْﻪِ ﻭَﻣَﺎ ﺑَﻴْﻦَ ﺭِﺟْﻠَﻴْﻪِ ﺃَﺿْﻤَﻦْ ﻟَﻪُ
ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ .
“Barangsiapa yang menjaga apa yang ada di antara dua bibir
(lisan)nya dan di antara dua paha (kemaluan)nya, aku akan
jamin ia masuk ke dalam Surga.” [2]
6. Ia Juga Akan Termasuk Diantara Orang-Orang Yang
Ditolong Oleh Allah.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang tiga
golongan yang ditolong oleh Allah, yaitu orang yang menikah
untuk memelihara dirinya dan pandangannya, orang yang
berjihad di jalan Allah, dan seorang budak yang ingin melunasi
hutangnya (menebus dirinya) agar merdeka (tidak menjadi budak
lagi). Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﺛَﻼَﺛَﺔٌ ﺣَﻖٌّ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﻋَﻮْﻧُﻬُﻢْ: ﺍﻟْﻤُﺠَﺎﻫِﺪُ ﻓِﻲ ﺳَﺒِﻴْﻞِ ﺍﻟﻠﻪِ،
ﻭَﺍﻟْﻤُﻜَﺎﺗَﺐُ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻳُﺮِﻳْﺪُ ﺍْﻷَﺩَﺍﺀَ، ﻭَﺍﻟﻨَّﺎﻛِﺢُ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻳُﺮِﻳْﺪُ ﺍﻟْﻌَﻔَﺎﻑَ .
“Ada tiga golongan manusia yang berhak mendapat pertolongan
Allah: (1) mujahid fi sabilillah, (2) budak yang menebus dirinya
agar merdeka, dan (3) orang yang menikah karena ingin
memelihara kehormatannya.” [3]
7. Dengan Menikah, Seseorang Akan Menuai Ganjaran Yang
Banyak.
Bahkan, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan
bahwa seseorang yang bersetubuh dengan isterinya akan
mendapatkan ganjaran. Beliau bersabda,
... ﻭَﻓِﻲْ ﺑُﻀْﻊِ ﺃَﺣَﺪِﻛُﻢْ ﺻَﺪَﻗَﺔٌ ...
“... dan pada persetubuhan salah seorang dari kalian adalah
shadaqah...” [4]
8. Mendatangkan Ketenangan Dalam Hidupnya
Yaitu dengan terwujudnya keluarga yang sakinah, mawaddah
wa rahmah. Sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:
ﻭَﻣِﻦْ ﺁﻳَﺎﺗِﻪِ ﺃَﻥْ ﺧَﻠَﻖَ ﻟَﻜُﻢْ ﻣِﻦْ ﺃَﻧْﻔُﺴِﻜُﻢْ ﺃَﺯْﻭَﺍﺟًﺎ ﻟِﺘَﺴْﻜُﻨُﻮﺍ ﺇِﻟَﻴْﻬَﺎ
ﻭَﺟَﻌَﻞَ ﺑَﻴْﻨَﻜُﻢْ ﻣَﻮَﺩَّﺓً ﻭَﺭَﺣْﻤَﺔً ۚ ﺇِﻥَّ ﻓِﻲ ﺫَٰﻟِﻚَ ﻟَﺂﻳَﺎﺕٍ ﻟِﻘَﻮْﻡٍ
ﻳَﺘَﻔَﻜَّﺮُﻭﻥَ
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia
menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh,
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” [Ar-Ruum : 21]
Seseorang yang berlimpah harta belum tentu me-rasa tenang
dan bahagia dalam kehidupannya, terlebih jika ia belum menikah
atau justru melakukan pergaulan di luar pernikahan yang sah.
Kehidupannya akan di-hantui oleh kegelisahan. Dia juga tidak
akan mengalami mawaddah dan cinta yang sebenarnya,
sebagaimana yang diisyaratkan oleh Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam:
ﻟَﻢْ ﻧُﺮَ ﻟِﻠْﻤُﺘَﺤَﺎﺑَّﻴْﻦِ ﻣِﺜْﻞُ ﺍﻟﻨِّﻜَﺎﺡِ .
“Tidak pernah terlihat dua orang yang saling men-cintai seperti
(yang terlihat dalam) pernikahan.”[5]
Cinta yang dibungkus dengan pacaran, pada hakikatnya
hanyalah nafsu syahwat belaka, bukan kasih sayang yang
sesungguhnya, bukan rasa cinta yang sebenarnya, dan dia
tidak akan mengalami ketenangan karena dia berada dalam
perbuatan dosa dan laknat Allah. Terlebih lagi jika mereka hidup
berduaan tanpa ikatan pernikahan yang sah. Mereka akan
terjerumus dalam lembah perzinaan yang menghinakan mereka
di dunia dan akhirat.
Berduaan antara dua insan yang berlainan jenis merupakan
perbuatan yang terlarang dan hukumnya haram dalam Islam,
kecuali antara suami dengan isteri atau dengan mahramnya.
Sebagaimana sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
ﻻَﻳَﺨْﻠُﻮَﻥَّ ﺭَﺟُﻞٌ ﺑِﺎﻣْﺮَﺃَﺓٍ ﺇِﻻَّ ﻭَﻣَﻌَﻬَﺎ ﺫُﻭْ ﻣَﺤْﺮَﻡٍ .
“Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan
seorang wanita, kecuali si wanita itu ber-sama
mahramnya.” [6]
Mahram bagi laki-laki di antaranya adalah bapaknya,
pamannya, kakaknya, dan seterusnya. Berduaan dengan
didampingi mahramnya pun harus ditilik dari kepen-tingan yang
ada. Jika tujuannya adalah untuk ber-pacaran, maka
hukumnya tetap terlarang dan haram karena pacaran hanya
akan mendatangkan kegelisahan dan menjerumuskan dirinya
pada perbuatan-perbuatan terlaknat. Dalam agama Islam yang
sudah sempurna ini, tidak ada istilah pacaran meski dengan
dalih untuk dapat saling mengenal dan memahami di antara
kedua calon suami isteri.
Sedangkan berduaan dengan didampingi mahramnya dengan
tujuan meminang (khitbah), untuk kemudian dia menikah, maka
hal ini diperbolehkan dalam syari’at Islam, dengan ketentuan-
ketentuan yang telah dijelaskan pula oleh syari’at.
9. Memiliki Keturunan Yang Shalih
Setiap orang yang menikah pasti ingin memiliki anak. Dengan
menikah –dengan izin Allah- ia akan mendapatkan keturunan
yang shalih, sehingga menjadi aset yang sangat berharga
karena anak yang shalih akan senantiasa mendo’akan kedua
orang tuanya, serta dapat menjadikan amal bani Adam terus
mengalir meskipun jasadnya sudah berkalang tanah di dalam
kubur.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺇِﺫَﺍ ﻣَﺎﺕَ ﺍْﻹِﻧْﺴَﺎﻥُ ﺍﻧْﻘَﻄَﻊَ ﻋَﻤَﻠُﻪُ ﺇِﻻَّ ﻣِﻦْ ﺛَﻼَﺛَﺔٍ: ﺻَﺪَﻗَﺔٌ ﺟَﺎﺭِﻳَﺔٌ
ﻭَﻋِﻠْﻢٌ ﻳُﻨْﺘَﻔَﻊُ ﺑِﻪِ ﻭَﻭَﻟَﺪٌ ﺻَﺎﻟِﺢٌ ﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟَﻪُ .
“Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah amalnya kecuali
tiga hal: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak
shalih yang mendo’akannya.”[7]
10. Menikah Dapat Menjadi Sebab Semakin Banyaknya Jumlah
Ummat Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam
Termasuk anjuran Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
adalah menikahi wanita-wanita yang subur, supaya ia memiliki
keturunan yang banyak.
Seorang yang beriman tidak akan merasa takut dengan
sempitnya rizki dari Allah sehingga ia tidak membatasi jumlah
kelahiran. Di dalam Islam, pembatasan jumlah kelahiran atau
dengan istilah lain yang menarik (seperti “Keluarga Berencana”)
hukumnya haram dalam Islam. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam justru pernah mendo’akan seorang Shahabat beliau,
yaitu Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, yang telah membantu
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam selama sepuluh tahun dengan
do’a:
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺃَﻛْﺜِﺮْ ﻣَﺎﻟَﻪُ ﻭَﻭَﻟَﺪَﻩُ ﻭَﺑَﺎﺭِﻙْ ﻟَﻪُ ﻓِﻴْﻤَﺎ ﺃَﻋْﻄَﻴْﺘَﻪُ .
“Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya dan berkahilah
baginya dari apa-apa yang Engkau anugerahkan
padanya.” [8]
Dengan kehendak Allah, dia menjadi orang yang paling banyak
anaknya dan paling banyak hartanya pada waktu itu di
Madinah. Kata Anas, “Anakku, Umainah, menceritakan
kepadaku bahwa anak-anakku yang sudah meninggal dunia ada
120 orang pada waktu Hajjaj bin Yusuf memasuki kota
Bashrah.” [9]
Semestinya seorang muslim tidak merasa khawatir dan takut
dengan banyaknya anak, justru dia merasa bersyukur karena
telah mengikuti Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
yang mulia. Allah ‘Azza wa Jalla akan memudahkan baginya
dalam mendidik anak-anaknya, sekiranya ia bersungguh-sungguh
untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Bagi Allah ‘Azza wa
Jalla tidak ada yang mustahil.
Di antara manfaat dengan banyaknya anak dan keturunan
adalah:
1. Mendapatkan karunia yang sangat besar yang lebih tinggi
nilainya dari harta.
2. Menjadi buah hati yang menyejukkan pandangan.
3. Sarana untuk mendapatkan ganjaran dan pahala dari sisi
Allah.
4. Di dunia mereka akan saling menolong dalam kebajikan.
5. Mereka akan membantu meringankan beban orang tuanya.
6. Do’a mereka akan menjadi amal yang bermanfaat ketika
orang tuanya sudah tidak bisa lagi beramal (telah meninggal
dunia).
7. Jika ditakdirkan anaknya meninggal ketika masih kecil/belum
baligh -insya Allah- ia akan menjadi syafa’at (penghalang
masuknya seseorang ke dalam Neraka) bagi orang tuanya di
akhirat kelak.
8. Anak akan menjadi hijab (pembatas) dirinya dengan api
Neraka, manakala orang tuanya mampu menjadikan anak-
anaknya sebagai anak yang shalih atau shalihah.
9. Dengan banyaknya anak, akan menjadi salah satu sebab
kemenangan kaum muslimin ketika jihad fi sabilillah
dikumandangkan karena jumlahnya yang sangat banyak.
10. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bangga akan jumlah
ummatnya yang banyak.
Anjuran Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ini tentu tidak
bertentangan dengan manfaat dan hikmah yang dapat dipetik
di dalamnya. Meskipun kaum kafir tiada henti-hentinya
menakut-nakuti kaum muslimin sepuaya mereka tidak memiliki
banyak anak dengan alasan rizki, waktu, dan tenaga yang
terbatas untuk mengurus dan memperhatikan mereka. Padahal,
bisa jadi dengan adanya anak-anak yang menyambutnya ketika
pulang dari bekerja, justru akan membuat rasa letih dan
lelahnya hilang seketika. Apalagi jika ia dapat bermain dan
bersenda gurau dengan anak-anaknya. Masih banyak lagi
keutamaan memiliki banyak anak, dan hal ini tidak bisa dinilai
dengan harta.
Bagi seorang muslim yang beriman, ia harus yakin dan
mengimani bahwa Allah-lah yang memberikan rizki dan
mengatur seluruh rizki bagi hamba-Nya. Tidak ada yang luput
dari pemberian rizki Allah ‘Azza wa Jalla, meski ia hanya
seekor ikan yang hidup di lautan yang sangat dalam atau
burung yang terbang menjulang ke langit. Allah ‘Azza wa Jalla
berfirman:
ﺍ ﻣِﻦْ ﺩَﺍﺑَّﺔٍ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﺇِﻟَّﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺭِﺯْﻗُﻬَﺎ ﻭَﻳَﻌْﻠَﻢُ ﻣُﺴْﺘَﻘَﺮَّﻫَﺎ
ﻭَﻣُﺴْﺘَﻮْﺩَﻋَﻬَﺎ ۚ ﻛُﻞٌّ ﻓِﻲ ﻛِﺘَﺎﺏٍ ﻣُﺒِﻴﻦٍ
Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi
melainkan semuanya dijamin Allah rizkinya. Dia mengetahui
tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua
(tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” [Huud :
6]
Pada hakikatnya, perusahaan tempat bekerja hanyalah sebagai
sarana datangnya rizki, bukan yang memberikan rizki.
Sehingga, setiap hamba Allah ‘Azza wa Jalla diperintahkan
untuk berusaha dan bekerja, sebagai sebab datangnya rizki itu
dengan tetap tidak berbuat maksiat kepada Allah ‘Azza wa
Jalla dalam usahanya mencari rizki. Firman Allah ‘Azza wa
Jalla:
ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﺘَّﻖِ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳَﺠْﻌَﻞْ ﻟَﻪُ ﻣِﻦْ ﺃَﻣْﺮِﻩِ ﻳُﺴْﺮًﺍ
“Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia
menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya.” [Ath-
Thalaq : 4]
Jadi, pada dasarnya tidak ada alasan apa pun yang
membenarkan seseorang membatasi dalam memiliki jumlah anak,
misalnya dengan menggunakan alat kontrasepsi, yang justru
akan membahayakan dirinya dan suaminya, secara medis
maupun psikologis.
APABILA BELUM DIKARUNIAI ANAK
Allah Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu, Mahaadil,
Maha Mengetahui, dan Mahabijaksana menganugerahkan anak
kepada pasangan suami isteri, dan ada pula yang tidak
diberikan anak. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
ﻭَﻓِﻲ ﺭَﻭَﺍﻳَﺔٍ : ﺍﻗْﺴِﻤُﻮﺍ ﺍﻟْﻤَﺎﻝَ ﺑَﻴْﻦَ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻔَﺮَﺍﺋِﺾِ ﻋَﻞَ ﻛِﺘَﺎﺏِ ﺍﻟﻠَّﻪِ
ﻓَﻤَﺎ ﺗَﺮَﻛَﺖِ ﺍﻟْﻔَﺮَﺍﺋِﺾُ ﻓَﺌﻸَﻭْﻟَﻰ ﺭَﺟُﻞٍ ﺫَﻛَﺮٍ ﻟِﻠَّﻪِ ﻣُﻠْﻚُ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ
ﻭَﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ۚ ﻳَﺨْﻠُﻖُ ﻣَﺎ ﻳَﺸَﺎﺀُ ۚ ﻳَﻬَﺐُ ﻟِﻤَﻦْ ﻳَﺸَﺎﺀُ ﺇِﻧَﺎﺛًﺎ ﻭَﻳَﻬَﺐُ ﻟِﻤَﻦْ
ﻳَﺸَﺎﺀُ ﺍﻟﺬُّﻛُﻮﺭَ ﺃَﻭْ ﻳُﺰَﻭِّﺟُﻬُﻢْ ﺫُﻛْﺮَﺍﻧًﺎ ﻭَﺇِﻧَﺎﺛًﺎ ۖ ﻭَﻳَﺠْﻌَﻞُ ﻣَﻦْ ﻳَﺸَﺎﺀُ
ﻋَﻘِﻴﻤًﺎ ۚ ﺇِﻧَّﻪُ ﻋَﻠِﻴﻢٌ ﻗَﺪِﻳﺮٌ
“Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi; Dia menciptakan apa
yang Dia kehendaki, memberikan anak perempuan kepada siapa
yang Dia kehendaki, dan memberikan anak laki-laki kepada
siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan jenis
laki-laki dan perempuan, dan menjadikan mandul siapa yang Dia
kehendaki. Dia Maha Mengetahui, Mahakuasa.” [Asy-
Syuuraa : 49-50]
Apabila sepasang suami isteri sudah menikah sekian lama namun
ditakdirkan oleh Allah belum memiliki anak, maka janganlah ia
berputus asa dari rahmat Allah ‘Azza wa Jalla. Hendaklah ia
terus berdo’a sebagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam dan
Zakariya ‘alaihis salaam telah berdo’a kepada Allah sehingga
Allah ‘Azza wa Jalla mengabulkan do’a mereka.
Do’a mohon dikaruniai keturunan yang baik dan shalih terdapat
dalam Al-Qur-an, yaitu:
ﺭَﺏِّ ﻫَﺐْ ﻟِﻲ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺤِﻴﻦَ
“Ya Rabb-ku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang
termasuk orang-orang yang shalih.” [Ash-Shaaffaat : 100]
ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﻫَﺐْ ﻟَﻨَﺎ ﻣِﻦْ ﺃَﺯْﻭَﺍﺟِﻨَﺎ ﻭَﺫُﺭِّﻳَّﺎﺗِﻨَﺎ ﻗُﺮَّﺓَ ﺃَﻋْﻴُﻦٍ ﻭَﺍﺟْﻌَﻠْﻨَﺎ ﻟِﻠْﻤُﺘَّﻘِﻴﻦَ
ﺇِﻣَﺎﻣًﺎ
“...Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami
dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang
bertaqwa.” [Al-Furqaan : 74]
ﺭَﺏِّ ﻟَﺎ ﺗَﺬَﺭْﻧِﻲ ﻓَﺮْﺩًﺍ ﻭَﺃَﻧْﺖَ ﺧَﻴْﺮُ ﺍﻟْﻮَﺍﺭِﺛِﻴﻦَ
“...Ya Rabb-ku, janganlah Engkau biarkan aku hidup seorang diri
(tanpa keturunan) dan Engkau-lah ahli waris yang
terbaik.” [Al-Anbiyaa' : 89]
ﺭَﺏِّ ﻫَﺐْ ﻟِﻲ ﻣِﻦْ ﻟَﺪُﻧْﻚَ ﺫُﺭِّﻳَّﺔً ﻃَﻴِّﺒَﺔً ۖ ﺇِﻧَّﻚَ ﺳَﻤِﻴﻊُ ﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀِ
“...Ya Rabb-ku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu,
sesungguhnya Engkau Maha Mendengar do’a.” [Ali ‘Imran :
38]
Suami isteri yang belum dikaruniai anak, hendaknya ikhtiar
dengan berobat secara medis yang dibenarkan menurut
syari’at, juga menkonsumsi obat-obat, makanan dan minuman
yang menyuburkan. Juga dengan meruqyah diri sendiri dengan
ruqyah yang diajarkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan
terus menerus istighfar (memohon ampun) kepada Allah atas
segala dosa. Serta senantiasa berdo’a kepada Allah di tempat
dan waktu yang dikabulkan. Seperti ketika thawaf di Ka’bah,
ketika berada di Shafa dan Marwah, pada waktu sa’i, ketika
wuquf di Arafah, berdo’a di sepertiga malam yang akhir, ketika
sedang berpuasa, ketika safar, dan lainnya.[10]
Apabila sudah berdo’a namun belum terkabul juga, maka
ingatlah bahwa semua itu ada hikmahnya. Do’a seorang muslim
tidaklah sia-sia dan Insya Allah akan menjadi simpanannya di
akhirat kelak.
Janganlah sekali-kali seorang muslim berburuk sangka kepada
Allah! Hendaknya ia senantiasa berbaik sangka kepada Allah.
Apa yang Allah takdirkan baginya, maka itulah yang terbaik.
Allah Maha Mengetahui, Maha Penyayang kepada hamba-
hamba-Nya, Mahabijaksana dan Mahaadil.
Bagi yang belum dikaruniai anak, gunakanlah kesempatan dan
waktu untuk berbuat banyak kebaikan yang sesuai dengan
syari’at, setiap hari membaca Al-Qur-an dan menghafalnya,
gunakan waktu untuk membaca buku-buku tafsir dan buku-buku
lain yang bermanfaat, berusaha membantu keluarga, kerabat
terdekat, tetangga-tetangga yang sedang susah dan miskin,
mengasuh anak yatim, dan sebagainya.

0 komentar:

Daftar Blog Saya

Submit ExpressReputation Management

Tayangan halaman minggu lalu




© 2014 Inspirasi Terpendam. Designed by Bloggertheme9 | Published By Gooyaabi Templates.
Proudly Powered by Blogger.